Ketika Jantung Tumbang Saat Olahraga
Ketika Jantung Tumbang Saat Olahraga
Posted on 2021-06-20 10:31:40 by Admin Dokter Jantung

Olahraga teratur dan aktivitas fisik menurunkan risiko terjadinya penyempitan pembuluh yang bisa terjadi akibat aterosklerosis atau penumpukan lemak pada dinding bagian dalam arteri. Dengan demikian, individu yang berolahraga secara teratur lebih kecil kemungkinannya untuk mengalami serangan jantung mendadak, henti jantung, dan kejadian jantung lainnya yang bisa mengancam jiwa.

Harapan kita, sih, begitu. Kenyataannya, cukup banyak yang kehilangan nyawa ketika tengah berolahraga, dan kemudian diketahui mayoritas tewas karena mengalami gangguan fungsi jantung. Ada yang meninggal saat bermain futsal, sepakbola, dan bersepeda. Indonesia bahkan baru saja kehilangan #MarkisKido mantan pebulutangkis gold medalist yang diduga mengalami serangan jantung mendadak ketika tengah bermain bulutangkis.

DuoHanafy coba menjabarkan beberapa alasan utama yang menyebabkan olahraga bisa berujung pada kematian terkait kejadian jantung.

1. Saat kolaps, tidak mendapatkan bantuan #memompajantungparu ( #CPR / #RJP ).
Henti jantung (dan juga henti napas) dapat terjadi kapan saja, baik saat berolahraga maupun duduk santai. Pada insiden henti jantung yang tidak cepat tertangani, otak dan jantung berisiko mengalami kematian dalam 4-10 menit. Oleh karena itu, sangat penting untuk memberikan penanganan CPR/RJP (cardio pulmonary resuscitation/resusitasi jantung paru) dalam 10 menit pertama guna menjaga oksigen dan darah tetap mengalir ke otak. Individu yang mendapatkan RJP dalam 1 menit pertama memiliki kans lebih dari 90% untuk selamat.

Masalahnya, tidak semua orang menguasai cara melakukan RJP dengan benar. Akibatnya, individu yang kolaps meninggal sebelum sempat mendapatkan pertolongan mendasar. Dalam kesempatan ini, DuoHanafy mendorong agar semua orang belajar menguasai keterampilan RJP yang baik agar dapat memberikan pertolongan bantuan hidup dasar bagi orang-orang yang memerlukan.

Contoh terbaik saat ini adalah insiden menggemparkan yang menimpa pesepakbola Christian Eriksen yang kolaps di tengah laga Euro 2020 Denmark vs Finlandia pada 12 Juni 2021 lalu. Jiwanya tertolong karena petugas medis segera memberikan penanganan RJP. Cek gerak cepat tim medis di video https://youtu.be/cujE1rDGKEE.

Henti jantung dan serangan jantung mendadak adalah dua hal yang berbeda. Kita akan bahas di lain kesempatan.

2. Tidak menjalani skrining pra-partisipasi (#PreParticipationScreening / PPS).
Banyak orang melakukan aktivitas olahraga tanpa diawali dengan menjalani PPS sehingga tidak tahu sesungguhnya diam-diam sudah memiliki masalah kesehatan. Tahu-tahu kolaps di jalan saat asyik bersepeda.

Tujuan PPS dalam olahraga adalah untuk mengurangi jumlah cedera dan kematian terkait olahraga dengan mengidentifikasi kelainan individu yang dapat memengaruhi seorang atlet untuk cedera. Umumnya PPS terdiri dari pemeriksaan medis dan riwayat subjektif untuk mengidentifikasi faktor risiko potensi cedera, seperti kondisi kardiovaskular, asma, diabetes, dll. Lewat PPS, beragam gangguan atau kelainan jantung yang tidak terdeteksi sebelumnya bisa diketahui meskipun individu terlihat memiliki kondisi fisik yang prima.

Eriksen bertubuh ideal dan relatif masih muda (29 tahun). Ia diduga mengalami cardiac arrest (henti jantung) saat berlaga, namun pemeriksaan lebih lanjut masih dilakukan untuk mengetahui penyebab tumbangnya Eriksen. Ia diketahui rutin menjalani tes jantung dan hasilnya selalu baik, setidaknya hingga 2019. Saat DuoHanafy membuat tulisan ini, belum ada informasi apakah ia sempat menjalani PPS sebelum turun berlaga. Perubahan sekecil apapun bisa terjadi pada jantung, apalagi dalam rentang waktu kurang lebih 2 tahun.

Terlepas dari penyebab Eriksen nyaris berhadapan dengan maut di lapangan, DuoHanafy ingin berbagi tentang hal yang dapat memicu terjadinya henti jantung saat berolahraga.

Exercise-related cardiac arrest pada individu yang masih berusia muda biasanya terjadi karena #aritmia
(#arrythmia) alias #irregularheartbeat yang disebabkan oleh #channelopathy ataupun #cardiomyopathy. Pada usia lebih dari 40 tahun, penyebab tersering henti jantung aritmia saat berolahraga adalah #penyakitjantungkoroner (PJK).

Channelopathy adalah penyakit yang disebabkan oleh gangguan fungsi saluran ion sub-unit atau protein yang mengaturnya. Jenisnya bisa berupa catecholaminergic polymorphic ventricular tachycardia (CPVT), Long QT Syndrome (LQTS), maupun Brugada syndrome. Brugada syndromme biasanya terjadi saat tidur, tetapi bisa juga dijadikan sebagai diagnosis diferensial (diagnosis pembanding).

Cardiomyopathy merupakan penyakit pada otot jantung yang terjadi karena berbagai penyebab, seperti mutasi genetik dan sporadis protein otot, serta faktor eksternal seperti hipertensi, iskemia, dan peradangan. Cardiomyopathy antara lain bisa berupa hypertrophic cardiomyopathy (HCM) atau penebalan otot jantung sehingga jantung semakin sulit memompa darah, Arrhythmogenic right ventricular cardiomyopathy (ARVCM), dilated cardiomyopathy (DCM) dan jenis lainnya yang belum terklasifikasi.

3. Mendadak berolahraga berat.
Seseorang terkadang #mendadakberolahragaberat karena ingin memperbaiki bentuk tubuh atau mengikuti tren. Padahal idealnya olahraga dilakukan bertahap dengan mempertimbangkan kondisi kesehatan pribadi. Individu yang tidak terbiasa berolahraga secara rutin umumnya memiliki kondisi pembuluh yang kurang sehat, yaitu sudah terdapat penumpukan lemak dan kolesterol yang menyumbat pembuluh. Individu yang jarang berolahraga cenderung langsung melakukan olahraga yang agak berat dan di luar kemampuan fisiknya. Masalah serupa juga bisa terjadi pada individu yang rajin berolahraga namun tiba-tiba suatu hari melakukan olahraga berat tanpa tahapan pemanasan. Jantung tiba-tiba harus memompa ekstra keras, memicu terjadinya aritmia, henti jantung, serangan jantung mendadak, maupun membuat tumpukan kolesterol di dinding pembuluh terlepas hingga menyebabkan jantung koroner maupun stroke di otak.

 

Penyakit Jantung dan pembuluh darah

Bagikan: