Ablasi 3 Dimensi (3D) Pada Aritmia
Ablasi 3 Dimensi (3D) Pada Aritmia
Posted on 2021-08-07 02:59:54 by Admin Dokter Jantung

Gangguan irama jantung (aritmia) merupakan kelainan kelistrikan jantung yang banyak dijumpai sehari-hari. Telah diketahui sebelumnya bahwa untuk menjamin fungsi pompa darah yang efektif dan efisien, gerak jantung harus terkoordinasi dengan baik melalui aktivitas kelistrikan yang baik pula. Terkait dengan hal ini, selain menimbulkan rasa tidak nyaman pada penderita, aritmia dapat mengganggu fungsi kerja jantung,  menyebabkan gagal jantung, bahkan kematian mendadak

Listrik dalam jantung dapat diumpamakan dengan listrik dalam kehidupan kita sehari-hari. Ada generator (pembangkit listrik), kabel tegangan tinggi, hingga kabel yang menyalurkan listrik ke rumah-rumah. Pada jantung, listrik tersebut dihasilkan oleh nodus sinoatrial (generator), dihantarkan melalui jalur-jalur konduksi (perkabelan) dan menyebar ke otot jantung (distribusi ke rumah-rumah). Gangguan pada setiap komponen utama ini dapat menyebabkan aritmia. Contoh misalnya adanya sumber impuls tambahan selain nodus sinoatrial, adanya hambatan pada jalur konduksi (“kabel putus”), atau adanya jalur konduksi tambahan (“korsleting”).

Sebagian kasus aritmia dapat dikontrol dengan obat, namun sebagian lain tidak. Aritmia yang tidak dapat dikontrol dengan obat memerlukan tindakan ablasi.

Ablasi secara harfiah berarti “menghilangkan jaringan”. Terapi ablasi merupakan upaya untuk menghilangkan aritmia dengan membuat jaringan parut pada struktur jantung yang diketahui sebagai sumber aritmia dengan menggunakan efek pemanasan yang berasal dari energi gelombang radio dan laser, atau dari efek pendinginan seperti pada cryoablation.

Agar lokasi target dapat ditentukan dengan tepat, maka jantung harus “dipetakan” dahulu. Ada beberapa metode pemetaan, salah satunya pemetaan 3 dimensi (3D mapping). Proses ini dilakukan sebelum ablasi untuk mengetahui struktur jantung mana yang akan menjadi target ablasi, sehingga ablasi menjadi lebih akurat.

Ablasi dengan 3D mapping (ablasi 3D) merupakan prosedur invasif minimal dan biasanya hanya memerlukan pembiusan lokal (pasien tetap sadar). Energi yang digunakan untuk ablasi dihantarkan melalui kateter-kateter khusus yang dimasukkan ke dalam pembuluh darah balik—umumnya di pangkal paha atau lengan—dan diteruskan hingga menuju jantung ke lokasi yang diduga sebagai sumber aritmia (Gambar 3). Setelah dilakukan 3D mapping, energi gelombang radio dipancarkan pada daerah target.

Pada umumnya keseluruhan prosedur dapat memakan waktu hingga 3 jam atau lebih. Kendati demikian, tingkat keberhasilan ablasi 3D secara umum cukup tinggi, mencapai 95%, tergantung pada tipe aritmianya. Setelah ablasi selesai kemungkinan obat antiaritmia tidak diperlukan lagi. Namun sebagaimana setiap tindakan medis memberikan manfaat, risikonya juga harus dipertimbangkan. Risiko komplikasi ablasi bervariasi, misalnya mulai dari perdarahan, sumbatan pembuluh darah koroner, stroke, perforasi (jebol), hingga kematian (namun hanya < 1%).

Ablasi dianjurkan bagi pasien dengan aritmia dengan risiko serangan jantung mendadak, serangan aritmia kembali, atau yang memerlukan terapi obat seumur hidup. Sebelum tindakan, pasien harus menghentikan obat antiaritmia antara 5 hari hingga 2 minggu sebelumnya. Puasa dianjurkan mulai 6-8 jam sebelum tindakan. Pada umumnya pasien dapat pulang 1 hari setelah tindakan, dan dapat beraktivitas normal dalam 1 atau 2 hari.

 

Prosedur non bedah

Bagikan: