Hipertensi & Hipertensi Paru
Hipertensi & Hipertensi Paru
Posted on 2022-05-26 13:47:35 by Admin Dokter Jantung

Melihat layangan tinggi di langit biru sangatlah menggembirakan. Tapi jangan senang kalau yang tinggi itu angka tekanan darah alias hipertensi dan tekanan darah arteri paru atau hipertensi paru. Dua hal ini sangat tidak aman bagi kesehatan sampai-sampai Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan 5 Mei sebagai Hari Hipertensi Paru Sedunia dan 17 Mei sebagai Hari Hipertensi Sedunia.

Apa sih hubungan hipertensi dan hipertensi paru terhadap jantung? Yuk lanjutkan membaca.

Hipertensi

Hipertensi merupakan istilah yang digunakan untuk kondisi tekanan darah yang tinggi. Tekanan darah terbagi atas tekanan sistol dan diastol. Sistol adalah tekanan di pembuluh darah saat jantung memompa darah, dan diastol adalah tekanan di pembuluh darah saat jantung dalam keadaan istirahat. Mengacu pada World Health Organization (https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/hypertension), seseorang dapat dikatakan mengalami hipertensi ketika tekanan sistol terukur ≥140 mmHg atau tekanan diastol terukur ≥90 mmHg.

Bila mengikuti rekomendasi dari American Heart Association (AHA) seseorang sudah dikatakan mengalami hipertensi ketika tekanan sistol terukur ≥130 mmHg atau tekanan diastol terukur ≥80 mmHg. Normal adalah tekanan sistol <120 dan diastol <80mmHg.

WHO memperkirakan 1 dari 4 laki-laki dan 1 dari 5 perempuan menderita hipertensi. Penderita hipertensi tidak selalu lanjut usia, lho. Buktinya, hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 menunjukkan prevalensi hipertensi mencapai angka 34,11% pada penduduk >18 tahun. 

Penderita hipertensi berisiko dua kali lipat menderita penyakit jantung koroner (PJK) dan kejadian serangan jantung. Tekanan darah yang terus meningkat dalam jangka panjang berpotensi menyebabkan aterosklerosis (terbentuknya kerak atau plak) yang mempersempit pembuluh darah koroner. Pembuluh koroner adalah jalur pasokan darah ke jantung. Ketika pasokan darah ke jantung terganggu, berarti sel-sel otot jantung akan kekurangan pasokan oksigen dan nutrisi. Tekanan darah yang tinggi dapat membuat kepingan plak terlepas sehingga menyumbat aliran darah. Jantung semakin kekurangan oksigen dan nutrisi sehingga sel-sel otot jantung mengalami kerusakan dan terjadilah serangan jantung.

Hipertensi tak terkendali juga dapat menyebabkan gagal jantung, yaitu kondisi di mana jantung tidak bisa memompa cukup kuat untuk memasok darah ke seluruh tubuh. Selain dapat membahayakan jantung, hipertensi dapat mengakibatkan komplikasi pada ginjal, otak, penglihatan, dan disfungsi seksual.

Ada orang-orang yang merasakan sakit kepala ketika tekanan darahnya sedang tinggi. Akan tetapi, pada umumnya hipertensi tidak menunjukkan gejala yang berarti. Itulah sebabnya banyak orang tidak menyadari sudah memiliki hipertensi. Oleh karena itu, pengukuran tekanan darah secara rutin perlu dilakukan, terutama apabila ada riwayat hipertensi di dalam keluarga.

Penatalaksanaan hipertensi meliputi terapi nonfarmakologi,  terapi farmakologi, dan intervensi nonbedah. Terapi non farmakologi mencakup pola hidup sehat (mengatur pola makan, cukup olahraga, tidak merokok dan membatasi konsumsi alkohol), sedangkan terapi farmakologis berupa pemberian obat-obatan anti hipertensi. Intervensi nonbedah yang dapat dilakukan adalah denervasi ginjal yang sudah kami bahas di https://dokterjantung.com/artikel-prosedur-non-bedah/denervasi-ginjal-solusi-hipertensi-membandel.

Hipertensi Paru

Hipertensi paru (pulmonal hypertension/PH) adalah peningkatan tekanan darah arteri di paru-paru (arteri pulmonalis) yang bertugas membawa darah dari sisi kanan jantung ke paru. Peningkatan tekanan tersebut terjadi karena arteri di paru-paru mengalami kerusakan, menyempit dan kaku. Pada kondisi PH, jantung kanan bekerja lebih keras untuk memompa darah sambil melawan tekanan agar dapat mengantarkan darah ke paru.

Hipertensi paru umumnya memiliki kaitan erat dengan penyakit jantung bawaan (PJB), penyakit paru (antara lain penyakit paru obstruktif kronis), dan penyakit yang berkaitan dengan autoimun seperti lupus dan HIV. PJB menjadi penyebab hipertensi paru paling banyak di Indonesia.

Tanpa penanganan yang tepat dan segera, PH dapat menyebabkan gagal jantung derajat berat dan kematian. Sayangnya, sering kali PH terlambat terdeteksi karena gejalanya kerap diabaikan penderita, antara lain merasa sesak nafas sehingga kerap dikira asma, sering pusing, dan juga mudah lelah. Jika individu mengalami gejala serupa yang yang tidak jelas penyebabnya, khususnya sesak nafas yang terus-menerus, jangan anggap remeh, sebaik segera memeriksakan kondisinya ke dokter.

Hipertensi paru yang terdeteksi dini masih ada kans untuk diintervensi dengan tindakan bedah maupun non bedah guna memperlambat perburukan. Ketika masih memungkinkan untuk menjalani intervensi, sebaiknya jangan ditunda-tunda selagi masih ada opsi untuk menjalaninya.

Mengenai intervensi pada PH, Sobat DuoHanafy bisa menyimak rekaman talkshow IG Live @hipertensiparu bersama kami di https://dokterjantung.com/videos (klik video "Intervensi Pada Hipertensi Paru").

 

Photo credit: Önder Örtel / pexels.com

Bagikan: