Ketika Jantung Tidak Membaik Pasca Pemasangan Ring: Ada Apa ?
Ketika Jantung Tidak Membaik Pasca Pemasangan Ring: Ada Apa ?
Posted on 2022-02-09 00:18:06 by Admin Dokter Jantung

Seorang sobat di pulau berbeda mengabarkan ia terkena penyakit jantung koroner bahkan sempat mengalami satu kali cardiac arrest (henti jantung). Kini dengan dua buah ring (stent) terpasang di jantung, ia sudah kembali bekerja seperti biasa. Kami lihat foto sebelum pemasangan ring, woohoo..., pembuluh arteri tersumbat total! Sebagai rasa syukur karena "terlahir kembali" alias masih diberikanNya kesempatan hidup, Bung Ganteng ini bertekad berhenti merokok.

Pemulihan dari prosedur pemasangan ring memang tergolong cepat apabila pasien disiplin mengikuti rekomendasi dokter. Namun ada kisah lain yang sangat berbeda dari yang dialami kebanyakan pasien pasca tindakan pemasangan ring. Berikut ini kami ingin bercerita tentang tiga kasus. Persamaan ketiga pasien ini adalah awalnya bukan pasien DuoHanafy. Kami tidak menyebutkan nama rumah sakit dan negara asal karena tulisan ini bukan untuk mendiskreditkan pihak manapun, melainkan untuk pembelajaran bersama. Semua singkatan nama rumah sakit bukan singkatan dari nama sebenarnya.

Kisah Pasien A

Pasien A menjalani pemasangan ring di RS X1 untuk mengatasi penyakit jantung koroner pada awal November 2021. Dokter mengizinkan beliau pulang setelah melihat hasil yang baik. Namun 10 hari kemudian terjadi serangan jantung, beliau langsung dilarikan ke RS X2.

Dokter di RS X2 menemukan penyebab serangan jantung, yaitu terjadi stent fracture (SF)

alias ring patah yang mengakibatkan pembuluh yang sudah dibuka di RS X1 pun kembali tertutup, pembuluh terblokade 100% alias tersumbat total. Dengan terhambatnya aliran darah, jantung tidak mendapatkan cukup oksigen sehingga terjadi kerusakan pada sel-sel otot jantung yang menimbulkan serangan jantung tersebut.

Dua hari kemudian, dokter di RS X2 berusaha membuka sumbatan dengan kateter namun tidak berhasil. Pasien mengalami shock cardiogenic karena gagal jantung dengan fungsi jantung tinggal 30%, dokter RS X2 pun merujuknya ke Pjn Harapan Kita (PJNHK) di mana pasien ini ditangani oleh sepasukan tim dokter.

Hasil pemeriksaan tim dokter PJNHK menunjukkan:

1. Arteri yang tersumbat adalah arteri left anterior descending (arteri LAD) yang berperan penting menyediakan darah menuju bagian atas dan kiri jantung. Penyumbatan pembuluh darah ini dikenal luas dengan istilah "widow-maker infark" karena risiko kematian yang tinggi dan lebih sering ditemukan pada pria.

2. Ternyata ring yang dipasang di RS X1 lebih kecil daripada yang diperlukan. Apakah ukuran ring yang kekecilan ini turut berkontribusi terhadap terjadinya SF, entahlah.

Dalam perawatan pasien selanjutnya, fungsi jantung semakin turun akibat serangan jantung yang masif sehingga menimbulkan kerusakan otot jantung yang luas berakibat timbulnya aritmia jenis ventricular tachycardia (VT). Saya terlibat untuk menangani dari segi aritmia.

Kondisi pasien A sangat mengenaskan. Dari beragam jenis aritmia, VT terkenal sebagai biang keladi henti jantung (cardiac arrest). Pasien A mengalami banyak sekali episode henti jantung, bahkan tercatat sedikitnya 60 kali sebelum tim terpaksa memberikan obat-obatan untuk menidurkan pasien. Saat tidur pun, masih terjadi henti jantung dengan frekuensi yang berkurang jauh, lumayan ada 28 kali. Ketika pasien disadarkan, henti jantung terjadi berulang, tim dokter terpaksa kembali menidurkan pasien dengan obat-obatan. Kasihan sekali.

Setiap terjadi henti jantung, jantung pasien harus didefibrilasi (dikejutkan dengan listrik dari alat defibrilator). Walaupun bertujuan untuk menyelamatkan hidup pasien, dikejut listrik sedemikian sering sangat menyakitkan. Seseorang yang mengalami henti jantung terlihat tidak sadar, tapi sebenarnya sadar sehingga bisa merasakan kejut listriknya. Bisa bayangkan, henti jantung pada pasien ini terjadi sedikitnya 120 kali. Tersiksa neraka dunia sampai dikejut listrik ratusan kali.

Fungsi jantung normal berada di kisaran >55%. Pada pasien A, fungsi jantung sudah melorot bahkan tinggal 12% sehingga semua pilihan prosedur menjadi sangat berisiko tinggi untuk gagal di meja tindakan. Apa bisa jantungnya diganti saja? Sayang sekali, selain pasien bukan kandidat yang tepat untuk menjalani transplantasi jantung, saat itu pun tidak ada jantung donor yang tersedia.

Setelah keluarga memahami segala prosedur dan risikonya, terpilihlah tindakan ablasi jantung dengan tujuan mengatasi VT guna mengurangi penderitaan Pasien A dari henti jantung berulang dan terapi kejut listrik yang menyakitkan.

Saya melakukan ablasi jantung selama 7 jam, alhamdulillah VT berhasil teratasi. Pasien tidak lagi mengalami henti jantung, tidak perlu lagi defibrilasi. Setidaknya berkuranglah derita Pasien A.

Perjuangan Pasien A belum selesai. Dengan fungsi jantung yang tinggal 12% tersebut, otot jantung sudah lemah sekali untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Setelah sempat menikmati kesempatan hidup tanpa henti jantung akibat VT berulang yang harus dikejut listrik, jantung akhirnya menyerah karena gagal memompa. Pasien A kembali kepada Sang Illahi.

Pasien B

Pasien B menjalani pemasangan ring di RS Y1 dan diizinkan pulang. Beberapa lama kemudian beliau mengalami serangan jantung yang ditandai dengan nyeri dada dan terasa sesak, lalu pergi ke RS Y2. Dari tes ekokardiogram, dokter mendiagnosis gagal jantung dengan fungsi jantung tinggal 30%. Pada pasien B hanya diberikan obat-obatan dan tidak dilakukan maupun direkomendasikan tindakan apa pun.

Terkejut mendengar fungsi jantungnya tinggal 30% disertai keluhan sesak nafas dan nyeri dada yang tidak membaik, beliau pergi ke PJNHK untuk mencari pendapat kedua. Bertemulah dia dengan saya. Dari hasil pemeriksaan kateterisasi yang saya lakukan secepatnya, saya menemukan kasus yang mirip dengan Pasien A, yaitu sama-sama mengalami penyumbatan di arteri koroner LAD, telah dilakukan prosedur pemasangan ring, dan ternyata juga terjadi ring patah (SF) hingga pembuluh tersumbat total alias 100%.

Saat itu juga saya membuka pembuluh yang tersumbat dengan melakukan balloon angioplasty dan memasang ring baru di segmen yang patah. Walaupun ada SF, blokade berhasil dibuka sehingga aliran bisa berjalan kembali dan tidak sampai terjadi VT yang dapat menyebabkan henti jantung dan memerlukan kejut listrik.

Singkat cerita, Pasien B mengalami perbaikan yang berarti. Saat datang untuk kontrol, beliau mengatakan sudah tidak lagi mengalami nyeri dada maupun sesak nafas. Alhamdulillah.

Pasien C

Pasien C usia 69 tahun divonis di RS Z1 memiliki masalah jantung yang tidak bisa diperbaiki dan harus menjalani transplantasi. Pasien dan keluarga mencari pendapat kedua ke RS 2, lalu disarankan menjalani pemasangan ring. Namun setelah tindakan ring, pasien tidak merasakan perbaikan, tetap sesak nafas, malah semakin kepayahan bernafas.

Putra Pasien C segera mencari informasi demi kesembuhan ayahnya. Ia pun menghubungi Facebook kami DuoHanafy Dokter Jantung . Dari semua berkas pemeriksaan yang dikirimkan, saya melihat ada masalah lain yang belum teratasi, mungkin sebelumnya tidak terdeteksi. Ibarat mobil masuk bengkel, ditemukan masalah pada mesin dan ban kempes, hanya bannya yang dipompa lalu mobil boleh keluar bengkel. Padahal ada problem serius di mesin yang belum dibereskan. Chat kami pun dilanjutkan di fasilitas telekonsul Heartology Cardiovascular Center.

Pasien C mengalami gagal jantung dengan fungsi jantung hanya 26% dengan bukti asinkroni berupa adanya blok cabang berkas kiri (left bundle branch block / LBBB). Fungsi jantung sangat menurun disebabkan sudah ada kerusakan otot jantung dan telah terjadi pembengkakan jantung yang cukup besar, yaitu 68 mm. Akibat pembengkakan jantung, katup-katup jantung ikut meregang sehingga daun katup (kuspid) tidak bisa menutup dengan baik yang berakibat kebocoran berat pada katup mitral dan trikuspid.

Tanpa membuang waktu, pasien terbang ke Jakarta untuk menjalani tindakan, hanya berselang 6 hari dari pemasangan ring. Saya lihat tidak ada masalah ring patah, dan ukuran yang dipasang juga benar. Saya melakukan pemasangan cardiac resynchronisation therapy (CRT) sebagai usaha untuk mensinkronkan kerja jantung sehingga jantung bisa memompa dengan lebih efisien. Setelah CRT terpasang, kinerja jantung menunjukkan peningkatan, nafas membaik, dan katup-katup pun sudah dapat membuka dan menutup dengan baik sehingga tidak perlu tindakan repair/replace katup (tulisan DuoHanafy tentang bedah katup tersedia di website https://dokterjantung.com).

Setiap hari, keluarga pasien kirim update berupa denyut nadi, tekanan darah dan aktivitas harian pasien. Sejauh pemantauan tim DuoHanafy, hingga kini jantung beliau stabil, nafas baik. Beliau sudah kembali berkantor, dan sudah berani turun langsung mengecek perkebunan karet. Semoga kian hari jantungnya semakin kuat, ya Pak.

------

Moral dari cerita di atas adalah:

1. Jika mengalami ketidaknyamanan pasca menjalani prosedur apa pun, segera mencari pendapat kedua atau ketiga. Ingat, di dunia jantung ada istilah time is muscle. Setiap detik sangat berharga untuk menyelamatkan otot-otot jantung. Semakin lama menunda penanganan, semakin banyak kerusakan yang dapat terjadi pada otot jantung dan semakin kecil kemungkinan jantung untuk pulih.

2. Berobat jantung tidak perlu ke luar negeri. Di Indonesia sudah tersedia fasilitas lengkap dan tentunya kemampuan dokternya pun tak kalah bagus dengan dokter di negara maju.

Foto : Freepik (Created by brgfx)

Bagikan: